• Login
Rabu, Agustus 17, 2022
No Result
View All Result
Suluah.com
  • Peristiwa
  • Tokoh
  • Kultur
  • Story
Suluah.com
  • Peristiwa
  • Tokoh
  • Kultur
  • Story
No Result
View All Result
Suluah.com
  • Peristiwa
  • Tokoh
  • Kultur
  • Story
Home Story

Rasuna Said: Kementerian Agama Tak Berguna, Hapus Saja

by Suluah.com
Selasa, 15/06/2021
A A
Rasuna Said pernah memperjuangkan penghapusan Kementerian Agama. Ia menganggap kementerian tersebut tidak berguna dan merugikan.

Rasuna Said. [Ilustrasi]

Suluah.com – Rasuna Said, seorang aktivis perempuan Islam asal Ranah Minang, pernah memperjuangkan penghapusan Kementerian Agama. Ia menganggap kementerian tersebut tidak berguna.

Sikap Rasuna Said segera memicu perdebatan, khususnya di tengah masyarakat Minangkabau yang terkenal kuat nuansa Islamnya. Kok bisa sih Rasuna Said beranggapan Kementerian Agama tidak berguna?

Baca Juga

J.S. Khairen, Novelis dengan Berjibun Karya Lintas Genre

Miko Kamal, Praktisi Hukum dan Aktivis LSM Sumbar

Sejarah Kementerian Agama

Ide pembentukan Kementerian Agama memang sudah menuai pro dan kontra sejak awal. Ada pihak yang setuju dan ada yang menentang.

ADVERTISEMENT

Saat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersidang pada 19 Agustus 1945 untuk membicarakan pembentukan kementerian, anggota PPKI tidak menyepakati usulan tentang pembentukan Kementerian Agama. Hanya enam dari 27 anggota PPKI saja yang setuju.

Jabatan Menteri Agama pun sebenarnya belum ada pada kabinet-kabinet awal pemerintah di Indonesia, baik itu Kabinet Presidensial maupun Kabinet Parlementer.

Pada 11 November 1946, sejumlah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mengajukan usulan pembentukan Kementerian Agama. Mereka antara lain K.H. Abudardiri, K.H. Saleh Suaidy, dan M. Sukoso Wirjosaputro. Kebetulan, mereka semuanya Karesidenan Banyumas.

Usulan mereka mendapat dukungan anggota KNIP lainnya, seperti Mohammad Natsir, Muwardi, Marzuki Mahdi, dan Kartosudarmo. Setelah mendapat banyak dukungan, KNIP meneruskan usulan tersebut kepada pemerintah.

Pada 3 Januari 1946, pemerintah mengeluarkan ketetapan yang intinya menyetujui pembentukan Kementerian Agama.

Rasuna Said Menolak Kementerian Agama

Meski Kementerian Agama telah terbentuk, pro dan kontra mengenai keberadaannya terus berlanjut. Dalam persidangan DPR awal 1950-an, muncul kembali gugatan terhadap keberadaan Kementerian Agama.

Salah seorang anggota DPR yang menyuarakan penghapusan Kementerian Agama adalah Rasuna Said, yang dulu terkenal sebagai aktivis Islam pada masa kolonial Belanda.

Dalam buku Partai Islam di Pentas Nasional, 1945–1965 karangan Deliar Noer disebutkan, Rasuna Said menganggap keberadaan lembaga negara ini (Kementerian Agama) bukan hanya sekadar tidak berguna, “tetapi merugikan”.

“Politik adalah suatu masalah tersendiri, sedang agama adalah masalah lain lagi,” begitu pendapat Rasuna Said.

Rasuna Said memberikan padangannya soal keberadaan Kementerian Agama dalam suatu persidangan di DPR pada tahun 1951.

Pandangan Rasuna Said direspons oleh pemerintah melalui Perdana Menteri Wilopo, sebagaimana dimuat dalam buku Keterangan dan Djawaban Pemerintah atas Program Kabinet Wilopo.

Wilopo mengatakan pemerintah sedang menghadapi masalah sulit yang banyak sekali dan “tidak ingin hendak menambah kesulitan-kesulitan itu dengan kesulitan-kesulitan baru.”

“Pemerintah memang akan menjalankan penghematan di segala lapangan, tetapi bukan itulah jalannya,” tulis Wilopo.

Menurut Wilopo, mayoritas rakyat dari segala lapisan berpendapat, adanya Kementerian Agama sudah sesuai dengan dasar-dasar negara.

“Untuk pembangunan negara dewasa ini, dalam arti kata yang seluas-luasnya, Kementerian Agama mempunyai fungsi yang cukup penting,” lanjut Wilopo.

Usulan penghapusan Kementerian Agama tak hanya datang dari Rasuna Said, tetapi juga dari anggota DPR lainnya, terutama yang berasal dari partai politik PKI, PSI, dan PNI.

Reaksi Rakyat Sumatra Barat

Usulan Rasuna Said mengenai penghapusan Kementerian Agama mendapat kecaman di tengah masyarakat Sumatra Barat, terutama organisasi-organisasi perempuan yang berafiliasi kepada partai Masyumi.

Organisasi perempuan yang mengecam Rasuna Said saat itu yakni Aisiyah, Muslimat, GPII Wanita, Wanita Sedar, Nasyiatul Aisiyah, dan Pelajar Puteri Islam Indonesia.

Organisasi-organisasi tersebut mengeluarkan sebuah “Pernyataan Bersama 17 Mei 1951”.

Dalam pernyataan tersebut, mereka memutuskan untuk tidak mempercayai dan membenarkan lagi beleid Rasuna Said sebagai wakil rakyat membawa suara perempuan dari Sumatra Barat di DPRS RI. Menurut mereka, pendapat Rasuna Said tidak mewakili pendapat perempuan Sumatra Barat.

Rasuna Said tidak gentar. Rasuna Said malah balik menyerang organisasi perempuan yang menentangnya.

Pasalnya, menurut Rasuna Said, mereka berafiliasi kepada Partai Masyumi. Rasuna mengatakan bahwa Masyumi bukanlah agama dan politkus Masyumi bukanlah nabi yang kebenaran sikap dan pendapatnya tidak boleh dibantah.

Walaupun demikian, tidak semua organisasi perempuan yang mengecam Rasuna Said. Organisasi perempuan yang berafiliasi pada Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) masih memihak pada Rasuna Said.

Perti melalui organisasi perempuannya membuat resolusi tandingan yang isinya mengatakan: “tidak menyetujui isi Pernyataan Bersama 17 Mei 1951 dan tetap mengakui keberadaan Rasuna Said di parlemen sebab kehadirannya di sana masih dibutuhkan untuk memperjuangkan Islam dan kaum perempuan”.

Kementerian Agama Tetap Eksis

K.H. Wahid Hasyim, yang menjadi Menteri Agama 1950–1952, menepis segala gugatan terhadap Kementerian Agama. Menurutnya, pemerintah Indonesia berkewajiban melayani keperluan masyarakat tentang agama atas dasar Pancasila.

Upaya pemisahan agama dan negara, dalam pandangan K.H. Wahid Hasyim, hanya terdapat secara teori dan tidak penuh dipraktikkan sepenuhnya di negara mana pun, kecuali negara ateis.

K.H. Wahid Hasyim mengingatkan, walaupun Kementerian Agama dapat saja dihapuskan dan berbagai fungsi kementerian itu dilaksanakan oleh berbagai departemen lain, penghapusannya akan menyinggung perasaan umat Islam Indonesia.

Baca juga: Masjid Nurul Iman Padang: Lambang Keamanan Pasca-PRRI, Pernah Dibom, dan Rencana Jadi Islamic Center

Mengenai tuduhan bahwa Kementerian Agama memberikan perhatian lebih banyak pada Islam, K.H. Wahid Hasyim mengingatkan bahwa jumlah penganut Islam berlipat ganda dari yang bukan Islam sehingga kesan demikian wajar saja timbul.

“Namun, beban kerja untuk melayani umat Islam karena jumlahnya itu, tidak dapat disamakan dengan beban kerja bagi umat lainnya. Ini bukanlah bersandar pada diskriminasi,” ujar K. H. Wahid Hasyim sebagaimana dikutip dari buku Partai Islam di Pentas Nasional, 1945–1965 karangan Deliar Noer.

Meski banyak menuai gugatan, eksistensi Kementerian Agama tetap bertahan hingga sekarang. Hal ini mempertegas bahwa agama adalah elemen yang penting dan terkait secara fungsional dengan kehidupan bernegara di Indonesia.

Keberadaan Kementerian Agama membuktikan bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler. Kementerian Agama adalah perpaduan Islam dan Indonesia. [den]

Tags: Rasuna SaidTokoh Minangkabau
ShareTweetSendShareSend

RELATED ARTICLE

Gereja GPIB menjadi saksi perkembangan agama Kristen Protestan di Padang yang berkembang sejak abad ke-19. Bangunannya sudah berusia 140 tahun lebih

Sejarah Gereja GPIB Padang, Berusia 140 Tahun Lebih

Di Nagari Pariangan, ada sedikitnya belasan surau dan lokasinya memusat ke arah Masjid Ishlah.

Meninjau Surau-Surau di Pariangan yang Terlewatkan

Sumur Ayek adalah sumur tua yang airnya tak pernah kering, bahkan saat musim kemarau sekalipun.

Melihat Sumur Ayek di Nagari Pelangai Kaciak, Pesisir Selatan

Masjid ini berusia lebih dari seabad. Bangunan induknya terbuat dari kayu dengan tambahan bangunan serambi yang terbuat dari batu bata.

Masjid Usang Koto Marapak, Bertahan Meski Ditinggalkan

POPULAR

Meskipun dikenal sebagai penganut agama Islam, ternyata pernah ada orang Minang yang keluar dari Islam. Ada yang jadi pendeta bahkan ateis.

Profil 3 Orang Minang yang Keluar dari Islam

Daerah Kuranji memainkan peran penting sebagai basis pertahanan dan perjuangan rakyat mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Di sinilah, basis kedudukan Harimau Kuranji.

Sejarah Kuranji dalam Perang Kemerdekaan Indonesia, Basis Harimau Kuranji

Jepang membangun Lubang Jepang karena diduga ingin menjadikan Bukittinggi sebagai tempat tinggal Kaisar Jepang kelak. Bagaimana kisahnya?

Rencana Rahasia Jepang di Lubang Jepang Bukittinggi

Surya Tri Harto memulai kariernya di PT Pertamina pada tahun 1994. Saat ini, alumni Unand ini menjabat sebagai Vice President PT Pertamina.

Surya Tri Harto, Wakil Presiden Pertamina Putra Tanah Datar

Sari Lenggogeni

Sari Lenggogeni, Akademisi dan Pengamat Pariwisata Indonesia

Jam Gadang merupakan hadiah dari Ratu Wilhelmina. Dalam pembangunannya, ada peran seorang arsitek Koto Gadang bernama Yazid Rajo Mangkuto.

Jam Gadang: Hadiah Ratu Wilhelmina dan Peran Arsitek asal Koto Gadang

Cekricek Network

Selebkita.com | Kabarkabari.id | Kalamakan.com | Cektips.com | Suluah.com | Ototekno.id | Liniekonomi.com | Sainskita.com | Badata.id | Inkes.id | Pesonapuan.com | Ceritahits.com | Invesco.id | Cekhukum.com

Follow Kami

  • About Us
  • Editorials
  • Contact Us
  • Privacy
  • Index

©2021 Cekricek.id | All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Peristiwa
  • Tokoh
  • Kultur
  • Story
  • Login

©2021 Cekricek.id | All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In