• Login
Kamis, Juni 30, 2022
No Result
View All Result
Suluah.com
  • Peristiwa
  • Tokoh
  • Kultur
  • Story
Suluah.com
  • Peristiwa
  • Tokoh
  • Kultur
  • Story
No Result
View All Result
Suluah.com
  • Peristiwa
  • Tokoh
  • Kultur
  • Story
Home Story

Meninjau Surau-Surau di Pariangan yang Terlewatkan

by Rahmat Irfan Denas
Rabu, 8/06/2022
A A
Di Nagari Pariangan, ada sedikitnya belasan surau dan lokasinya memusat ke arah Masjid Ishlah.

Di Nagari Pariangan, ada sedikitnya belasan surau yang lokasinya memusat ke arah Masjid Ishlah. [Foto: Andipsp11 via Wikimedia Commons]

Suluah.com – Nagari Pariangan di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat (Sumbar) tak hanya menawarkan hamparan pemandangan indah dan kemolekan kampung tradisionalnya. Nagari ini ternyata juga menyimpan kekayaan sejarah yang masih belum banyak digali, yakni keberadaan surau.

Surau adalah bangunan pra-Islam yang mengalami keberlanjutan fungsi setelah Islam masuk. Di Nagari Pariangan, ada sedikitnya belasan surau yang lokasinya memusat ke arah Masjid Ishlah.

Baca Juga

Melihat Kemiripan Masjid Jamik Sumanik dengan Istana Presiden Brasil

Masjid Jamik Darussalam Koto Baru, Berdinding Ukiran Pandai Sikek dan Berusia Seabad

Sekilas Nagari Pariangan

Sawah di Nagari Pariangan.
Sawah di Nagari Pariangan. [Foto: Ist.]
Nagari Pariangan adalah salah satu nagari atau kampung yang dianggap sebagai kampung tertua di Minangkabau. Menurut versi tambo yang masyhur, para leluhur masyarakat Minangkabau berasal dari sini.

ADVERTISEMENT

Penduduk Nagari Pariangan menyebar ke berbagai arah sekitarnya. Mendaki dan menuruni bukit dan lembah serta menyeberangi anak sungai mencari tanah yang elok untuk ladang, sawah, dan tempat tinggal.

Nagari Pariangan menyajikan pemandangan alam yang menawan dengan hamparan sawahnya yang berundak-undak. Selain itu, terdapat perkampungan tradisionalnya dengan ciri-ciri bangunan rumah gadang.

Sebagaimana nagari pada umumnya, Nagari Pariangan memiliki sebuah masjid utama yang kini bernama Masjid Ishlah, meskipun bukan masjid yang pertama. Sebelumnya, pernah berdiri masjid terdahulu yang lokasinya berada dekat kuburan panjang agak ke atas lokasi sekarang, tepatnya di Dusun Tigo Luak.

Surau di Nagari Pariangan

Beberapa surau di Nagari Pariangan terbengkalai karena tidak ada lagi yang mengurus
Beberapa surau di Nagari Pariangan terbengkalai karena tidak ada lagi yang mengurus. [Foto: Hendri Nova]
Jauh sebelum kedatangan Islam, masyarakat Minangkabau sebenarnya mengenal surau. Di sinilah, laki-laki Minangkabau menekuni bermacam ilmu dan keterampilan. Laki-laki yang belum menikah tidur di surau sebab kamar di rumah gadang hanya untuk anggota keluarga perempuan

Fungsi surau yang demikian tidak berubah setelah kedatangan Islam, tetapi meluas menjadi tempat ibadah dan penyebaran ilmu keislaman.

Surau biasanya dimiliki oleh setiap kaum yang menghuni nagari. Oleh karena itu, suatu nagari bisa memiliki banyak surau. Nah, hal itu pula yang terdapat di Nagari Pariangan.

Surau di Nagari Pariangan memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan surau daerah lain di Minangkabau. Kekhasannya terletak pada lokasi surau yang cenderung mengelompok yang memusat ke arah Masjid Ishlah. Ada beberapa pendapat tentang mengelompoknya surau-surau tersebut.

Pertama, daya tarik sumber air panas yang berada di sekitar masjid. Keberadaan surau biasanya dekat sumber air untuk berwudu, mandi, mencuci pakaian, dan sebagainya.

Mengelompoknya surau-surau dengan masjid di tengah-tengahnya seperti Ka’bah dengan Masjidil Haram di sekelilingnya. Konfigurasi ini membuat tata letak bangunan yang unik.

Pendapat lain mengatakan bahwa pengelompokan itu merupakan wujud dari eratnya hubungan antarkaum. Anggota kaum yang biasanya menghabiskan waktu di surau mulai datang ke masjid hingga terjadi pertemuan antarkaum, khususnya pada hari Jumat.

Dalam konteks kehidupan kaum, surau merupakan tempat membicarakan persoalan-persoalan yang menyangkut kepentingan kaum. Ini berada dengan suku. Musyawarah suku biasanya berlangsung di balai adat.

Selain berkaitan dengan eksistensi kaum, surau identik dengan tarekat. Menurut penelitian Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar, ada tiga tarekat yang berkembang di surau-surau Nagari Pariangan, yakni Syattariyah, Naqsabandiyah, dan Qadiriyah.

Jemaah ketiga tarekat hidup rukun dan damai. Mereka akan berkumpul dan melebur dalam satu masjid, yaitu Masjid Ishlah tanpa terjadi saling menonjolkan.

Apa saja Surau di Nagari Pariangan?

Masjid Islah dengan surau di depannya.
Masjid Ishlah dengan surau di depannya. [Foto: Rahmatdenas]
Lokasi surau-surau yang mengelompok di Nagari Pariangan mencakup area seluas 3-4 hektare. Pada masa dahulu, jumlah surau di Nagari Pariangan cukup banyak. Ada yang menyebutnya 32 buah dan ada pula yang mengatakan 36 buah.

Namun demikian, menurut penelitian Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Padang pada 2002, surau yang tersisa di Nagari Pariangan hanya belasan saja.

Adapun nama-nama surau yang masih ada itu adalah: Surau Gurun, Surau Singguo, Surau Angek Rajo, Surau Panarian, Surau Mudiak Dt. Tumarajo, Surau Hilie Dt. Rajo Penghulu, Surau Beringin, Surau Koto, Surau Tuanku Imam, Surau Tinggi, Surau Gadang, Surau Dt. Sinaro/Siti Randiang, Surau Datuk Suri, Surau Bunian, dan Surau Baru

Dari belasan surau itu, lima surau sudah jadi tempat tinggal, dan hanya tiga saja yang peruntukannya sebagai tempat mengaji. Selebihnya, sudah tidak dipakai lagi.

Bangunan surau umumnya berukuran yaitu 7,5 x 5,5 meter. Di sisi bagian barat, terdapat mihrab yang menghadap kiblat tempat imam shalat. Beberapa surau memiliki kamar di salah satu sudut ruangan.

Dinding surau terbuat dari anyaman bambu atau sasak yang berukuran tiga jari (5 cm). Di tengah ruangan yang menghubungkan lantai dengan bagian atap dipancangkan tonggak yang berfungsi menguatkan bangunan.

Lantai surau tidak boleh menyentuh tanah. Di bawah lantai, dipancangkan beberapa tiang kira-kira satu meter dari tanah. [den]

Tags: Kabupaten Tanah DatarNagari ParianganSurau
ShareTweetSendShareSend

RELATED ARTICLE

Gereja GPIB menjadi saksi perkembangan agama Kristen Protestan di Padang yang berkembang sejak abad ke-19. Bangunannya sudah berusia 140 tahun lebih

Sejarah Gereja GPIB Padang, Berusia 140 Tahun Lebih

Sumur Ayek adalah sumur tua yang airnya tak pernah kering, bahkan saat musim kemarau sekalipun.

Melihat Sumur Ayek di Nagari Pelangai Kaciak, Pesisir Selatan

Masjid ini berusia lebih dari seabad. Bangunan induknya terbuat dari kayu dengan tambahan bangunan serambi yang terbuat dari batu bata.

Masjid Usang Koto Marapak, Bertahan Meski Ditinggalkan

Bersih dan nyaman, demikian fasilitas ibadah yang ingin dihadirkan oleh pengurus Masjid Jamik Nurul Huda di Kelurahan Silaing Bawah, Kecamatan Padang Panjang Barat, Kota Padang Panjang.

Beribadah di Masjid Jamik Nurul Huda Padang Panjang yang Bersih dan Nyaman

POPULAR

Meskipun dikenal sebagai penganut agama Islam, ternyata pernah ada orang Minang yang keluar dari Islam. Ada yang jadi pendeta bahkan ateis.

Profil 3 Orang Minang yang Keluar dari Islam

Rizal Muslimin adalah seorang arsitek Indonesia. Ia terkenal sebagai perancang desain Masjid Raya Sumatra Barat yang mendapat penghargaan Abdullatif Al Fozan Award 2021 untuk tujuh arsitektur masjid terbaik di dunia.

Cerita Rizal Muslimin Merancang Desain Masjid Raya Sumbar

Daerah Kuranji memainkan peran penting sebagai basis pertahanan dan perjuangan rakyat mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Di sinilah, basis kedudukan Harimau Kuranji.

Sejarah Kuranji dalam Perang Kemerdekaan Indonesia, Basis Harimau Kuranji

K.H. Abdul Ghofur adalah pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat di Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. K.H. Abdul Ghofur merupakan keturunan ke-14 dari Sunan Drajat dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU).

K.H. Abdul Ghofur, Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat

Keberadaan Baha'i di Sumbar belum begitu mendapat perhatian. Sumbar menjadi salah satu daerah dengan penganut Baha'i terbanyak di Indonesia.

Dokter Astani, Pelopor Baha’i di Padang dan Bukittinggi

Jam Gadang merupakan hadiah dari Ratu Wilhelmina. Dalam pembangunannya, ada peran seorang arsitek Koto Gadang bernama Yazid Rajo Mangkuto.

Jam Gadang: Hadiah Ratu Wilhelmina dan Peran Arsitek asal Koto Gadang

Cekricek Network

Selebkita.com | Kabarkabari.id | Kalamakan.com | Cektips.com | Suluah.com | Ototekno.id | Liniekonomi.com | Sainskita.com | Badata.id | Inkes.id | Pesonapuan.com | Ceritahits.com | Invesco.id | Cekhukum.com

Follow Kami

  • About Us
  • Editorials
  • Contact Us
  • Privacy
  • Index

©2021 Cekricek.id | All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Peristiwa
  • Tokoh
  • Kultur
  • Story
  • Login

©2021 Cekricek.id | All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In