Heru Joni Putra, Sastrawan Muda dari Ranah Minang

Heru Joni Putra adalah seorang sastrawan Indonesia yang terkenal lewat buku puisinya Badrul Mustafa Badrul Mustafa Badrul Mustafa pada 2017.

Heru Joni Putra. [Foto: Ist.]

Suluah.com – Heru Joni Putra adalah seorang sastrawan Indonesia yang terkenal lewat buku puisinya Badrul Mustafa Badrul Mustafa Badrul Mustafa. Buku itu mengantarnya sebagai Tokoh Seni Pilihan Tempo pada 2017.

Karya sastranya meliputi berbagai genre seperti puisi, cerita pendek, dan esai. Ia juga menulis opini seputar isu sosial dan budaya di Sumatra Barat (Sumbar).

Kehidupan Awal

Heru Joni Putra lahir pada 13 Oktober 1990 di Kota Payakumbuh, Sumbar. Ayahnya, Joni A.R. Putra adalah seorang wartawan di Haluan.

Kebiasaan membacanya tumbuh sejak ia kecil. Ia mulai menulis sejak SMP. Saat itu, ia sudah membaca puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono, Joko Pinurbo, dan Gus Tf Sakai.

Pada 2006, ia berkesempatan mengikuti Bengkel Sastra Dewan Kesenian Sumbar di INS Kayu Tanam. Sejak itu, ia mulai rutin menulis berbagai genre seperti puisi, cerita pendek, dan esai.

Heru Joni Putra meraih gelar sarjana dari Jurusan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas (Unand) pada 2015. Setelah itu, ia melanjutkan S-2 bidang kajian budaya di Universitas Indonesia (UI) dan tamat pada 2019.

Ia bergiat di beberapa komunitas seni, seperti Komunitas Seni Intro di Payakumbuh dan Rumah Kreatif Kandangpadati di Padang.

Karya dan Penghargaan

Karya-karya Heru Joni Putra dimuat di berbagai media massa lokal Sumbar dan media nasional, seperti Kompas dan Tempo.

Selain itu, karya-karyanya juga muncul dalam beberapa buku antologi, di antaranya Hutan Pinus, Kampung Dalam Diri, Tuah Tara No Ate, Memburu Matahari, dan Sauk Selok.

Pada 2017, ia meluncurkan buku puisinya berjudul Badrul Mustafa Badrul Mustafa Badrul Mustafa, yang menghimpun puisi yang ia tulis dalam rentang waktu 2006 hingga 2016. Buku tersebut mengantarnya meraih penghargaan “Tokoh Seni” oleh Majalah Tempo.

Sejak 2018, ia mulai bergiat sebagai kurator seni rupa di Galerikertas, Studiohanafi, Depok, Jawa Barat. Pada 2019, ia mengikuti Residensi Penulis di Bristol, Inggris atas dukungan Komite Buku Nasional.

Pada 2021, ia menerbitkan buku terbarunya berjudul Suara yang Lebih Keras: Catatan dari Makam Tan Malaka. [den]

Baca Juga

Aisyah Elliyanti adalah ahli kedokteran nuklir Indonesia yang menjadi guru besar untuk bidang tersebut di FK Unand
Aisyah Elliyanti, Spesialis Kedokteran Nuklir Pertama di Sumatera
Prof. Syukri Arief adalah ilmuwan kimia Indonesia yang sehari-hari mengajar di Universitas Andalas (Unand).
Syukri Arief, Guru Besar Kimia Universitas Andalas
Marah Adin berkarir sebagai penyuluh pertanian pada masa Hindia Belanda dan pensiun sebagai Kepala Dinas Pertanian Sumatra Tengah (1948–1956)
Marah Adin, Pendiri Kota Solok
Djamaluddin Tamim adalah seorang wartawan dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia di Sumatra Barat pada dekade 1920-an
Djamaluddin Tamim, Berjuang untuk Indonesia Merdeka Meski Keluar-Masuk Penjara
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat
Abdul Hamid Khatib, Putra Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang Jadi Diplomat
Asvi Warman Adam adalah sejarawan kontemporer Indonesia yang menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 1983.
Asvi Warman Adam, Menguak Kabut Sejarah