Gusrizal Gazahar: Jangan Cepat Memvonis Bencana sebagai Azab

Menurut Gusrizal Gazahar, bencana yang datang bukan azab selama kita masih berzikir dan meminta ampun. Jangan berburuk sangka kepada Allah.

Ketua MUI Sumbar Gusrizal Gazahar. [Foto Ist.]

Suluah.com Bersama meningkatnya kesadaran terhadap berbagai potensi ancaman bencana, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Barat (Sumbar) Gusrizal Gazahar mengimbau umat Islam untuk menguatkan rasa percaya diri. Hal ini agar umat Islam tidak cepat memvonis bencana sebagai azab.

“Jangan terlalu cepat memvonis atau meletakkan hukum bencana adalah azab dari Allah," kata Buya, sapaan akrab Gusrizal Gazahar.

Hal itu dikatakan Buya karena banyak mengaitkan bencana sebagai azab dan mencocokkan tanggal kejadiannya dengan ayat Alquran.

"Selama kita masih berzikir, masih ada di antara kita yang meminta ampun, maka itu menjadi ukuran bahwa bencana yang datang bukan azab. Jangan berburuk sangka kepada Allah," ujarnya sembari mengutip Surat Al-Anfal Ayat 33.

Jjika bukan azab, lantas untuk apa Allah mendatangkan bencana? “Itulah ujian. Allah berhak memberikan kita ujian,” jawab Buya.

Dalam bahasa Arab, bencana disebut “bala”. Buya menjelaskan, bala bukan bermakna azab. Ia berasal dari kata ibtila, artinya ujian. Ujian itu ada dua bentuk. Ada dalam bentuk teguran terhadap orang-orang yang durhaka agar kembali ke jalan yang benar, dan ada sebagai motivasi bagi yang taat untuk meningkatkan ketaatan.

"Jadi, kalau bencana menimpa negeri kita, padahal kita sudah berusaha memperbaiki negeri ini, maka itulah ujian. Selagi di dunia, kita tak ada yang tak diuji. Seseorang diuji sesuai dengan agamanya. Barang siapa yang kokoh agamanya, ujiannya bertambah berat. Untuk apa orang-orang yang taat diuji? Supaya hamba itu berjalan di muka bumi itu dengan tidak memikul dosa. Jika bersabar, maka ujian itu menjadi pengugur dosa-dosa kita," demikian Buya berpesan sembari mengutip hadis Nabi Muhammad SAW.

Sikap Muslim Menghadapi Bencana

Buya melanjutkan, sikap seorang Muslim dalam menghadapi bencana tidak boleh terlepas dari prinsip keimanan. “Kita harus melihat bencana itu dari sisi kedatangannya. Ada yang bisa kita antisipasi dan ada yang berada di luar kuasa kita."

Buya mengatakan, upaya antisipasi bencana yakni menghindari sebab-sebab yang mendatangkan bencana. Apakah nanti akan berhasil atau tidak, semuanya tergantung izin Allah.

Begitu pula dalam bencana gempa bumi dan tsunami, jelas Buya, ada ranah yang dapat diantisipasi atau disebut mitigasi. Mitigasi menghadapi gempa bumi dan tsunami, misalnya, penataan bangunan. Bagaimana bangunan itu bisa mengantisipasi dampak gempa supaya jangan sampai menimbulkan korban jiwa.

“Selanjutnya, penyediaan jalur-jalur evakuasi tsunami. Hal-hal seperti itu bukan hanya boleh, tapi harus bagi seorang Muslim,” terangnya.

Buya menjelaskan, ada bencana yang kita sama sekali tidak memiliki untuk mengantisipasinya. Berhadapan dengan bencana seperti itu, tidak ada jalan lain, melainkan bertawakal kepada Allah. Kalau mengantisipasi dampak gempa kita bisa berusaha, tapi tak akan ada yang dapat menghentikan gempa.

“Para pakar hanya bisa memberi prediksi, mengukur kekuatan, dan mencari sumber. Kan hanya itu yang bisa. Datangnya bencana, hendaknya menjadi peringatan bagi kita agar kita lebih mendekatkan diri kepada Allah. Allah berbuat apa yang Dia inginkan. Di balik perbuatan Allah, ada hikmah. Mustahil Allah berbuat abbas, sia sia. Hikmah itulah yang kita ambil,” papar pemilik dan pengelola An Nadwah, Surau Buya Gusrizal Gazahar ini.

Bencana Ujian Bagi Semua

Bencana tidak hanya menjadi ujian bagi yang terkena saja. Selamat dari bencana adalah ujian. "Ujian bukan hanya yang terkena saja, ujian meliputi semua kita," katanya.

Jika kita terlolos dari bencana, daerah kita tak kena bencana, jangan menganggap kita tidak diuji. Saudara kita yang ditimpa bencana maupun kita yang selamat, kedua-duanya diuji: yang satu diuji kesabarannya, yang satu diuji kepeduliannya.

“Apakah kita mau taawun, yakni tolong-menolong atau tidak? Apakah dari bencana yang datang, lahir sikap membantu dan meringankan saudara? Rasulullah mengatakan, Mukmin dengan Mukmin yang lain itu ibarat satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan ikut merasakannya,” tandas Buya.

Baca juga: Sejarah MUI Sumbar, Pionir Lahirnya MUI Pusat

Buya mengatakan, MUI Sumbar mendukung pemerintah bisa mengambil langkah-langkah serius dan terukur untuk melakukan itu semua.

"Saya rasa para ulama akan bersama dengan pemerintah, membantu sosialisasi dan melakukan edukasi pada masyarakat untuk melakukan mitigasi," kata Buya bergelar adat Datuk Palimo Basa ini. [den]

Baca Juga

Gempa berkekuatan magnitudo 5,2 mengguncang Kabupaten Agam, Sumatra Barat pada Minggu (12/9/2021) sore pukul 16:02 WIB. Berikut laporan BMKG.
Penjelasan BMKG Soal Gempa 5,2 M yang Guncang Kabupaten Agam
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Darmono menyebutkan lokasi gempa Pagai Selatan kali ini dekat dengan titik gempa 2010 lalu.
Gempa M 5,9 di Pagai Selatan, Pakar: Lokasinya Dekat Pusat Gempa 2010
MUI Sumbar menjadi pionir lahirnya MUI pusat. Sumbar sudah memiliki majelis ulama yang independen pada 1968, sementara MUI lahir pada 1975.
Sejarah MUI Sumbar, Pionir Lahirnya MUI Pusat
Salawaik Dulang
Mahasiswi ISI Padangpanjang Tampilkan Salawaik Dulang Padusi Saat Ramadhan
Naramajas, Grup Musik asal Padang Merilis Single Terbaru “Cappucino”
Naramajas, Grup Musik asal Padang Merilis Single Terbaru “Cappucino”
Buni-Bunian #2: Menggugah Inklusivitas Seniman
Buni-Bunian #2: Menggugah Inklusivitas Seniman