Dokter Astani, Pelopor Baha'i di Padang dan Bukittinggi

Keberadaan Baha'i di Sumbar belum begitu mendapat perhatian. Sumbar menjadi salah satu daerah dengan penganut Baha'i terbanyak di Indonesia.

Siswa-siswi asal Mentawai di Asrama Baha’i "Darut-Tarbiyyih", Padang pada 1980. [Foto: The Baha'i World 1979-1983]

Suluah.com – Dokter Astani Shishvan, demikian nama pelopor agama Baha'i di Sumatra Barat (Sumbar). Ia memperkenalkan Baha'i, khususnya di Padang dan Bukittinggi sejak dekade 1950-an hingga kematiannya pada tahun 2003.

Bagi masyarakat Bukittinggi, nama Astani mungkin tidak asing. Pasalnya, semasa hidup ia mengabdi sebagai dokter di sana. Berikut kisahnya.

Profil Dokter Astani

Profil Astani bisa kita temukan dalam buku Baha’i World 2002–2003 terbitan Pusat Baha’i Sedunia. Dalam buku tersebut tertulis, Astani lahir dalam keluarga Baha'i pada 21 Maret 1917 di Azerbaijan.

Pada 1944, ia menikah dengan Lamieh Ahmadpour-Milani. Pasangan ini memperoleh empat orang anak.

Meski lahir di Azerbaijan, Astani dewasa berkarier di Iran. Ia bekerja sebagai dokter dan aktif dalam Majelis Rohani Lokal di Maragheh dari tahun 1949 hingga 1955.

Pada 1955, ia datang ke Indonesia membawa istri dan keempat anaknya. Tugasnya adalah memelopori agama Baha'i di dua kota di Sumbar, yakni Padang dan Bukittinggi.

Sambil memperkenalkan Baha'i, Astani bekerja sebagai dokter di rumah sakit militer maupun umum yang ada di Padang dan Bukittinggi. Selain itu, ia membuka kelas-kelas belajar Baha’i.

Pada 1957, setelah dua tahun menetap di Indonesia, ia terpilih menjadi anggota Majelis Rohani Regional Asia Tenggara.

Dokter Astani dan Komunitas Baha'i

Masih menurut Baha’i World 2002–2003, Astani semasa hidup menerima penghargaan dari pemerintah Indonesia atas jasanya di bidang kesehatan. Penghargaan tersebut diberikan oleh Panglima Tertinggi dan Menteri Pertahanan. Namun, tidak disebutkan kapan persisnya Astani menerima penghargaan.

Selain itu, Astani juga diangkat sebagai guru besar emeritus bidang anatomi di Universitas Andalas (Unand), Padang.

Karena reputasinya di bidang medis, Astani dapat menjalin hubungan baik dengan otoritas pemerintah yang memberi bantuan kepada komunitas Baha'i ketika ada di antara mereka mendapat perlakuan buruk.

Baca juga: Jejak Baha'i di Sumbar, Dulu Miliki Ribuan Penganut

Astani menetap di Bukittinggi hingga ia mengembuskan napas terakhir pada 2 Januari 2003. Balai Keadilan Sedunia mengenangnya sebagai "contoh luar biasa dari keyakinan yang teguh untuk melayani kemanusiaan."

Salah seorang anak Astani adalah Nasrin Astani, yang merupakan salah seorang tokoh komunitas Bah’ai Indonesia. [den]

Baca Juga

Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) Padang.
Mengenal Gereja Advent di Padang
Hotel Centrum adalah bekas hotel di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat yang dibangun pada masa kolonial Belanda
Hotel Centrum Bukittinggi, Pernah Dibumihanguskan, Kini Sengketa Lahan
Asvi Warman Adam adalah sejarawan kontemporer Indonesia yang menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 1983.
Asvi Warman Adam, Menguak Kabut Sejarah
NV Kedjora adalah percetakan dan penerbit terkenal di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat (Sumbar) yang berdiri pada 17 September 1952
Sejarah NV Kedjora, Percetakan dan Penerbit Terkenal di Bukittinggi
Jam Gadang pernah dipasangi papan reklame di puncaknya pada 1929 dan menimbulkan protes dari warga
Jam Gadang Pernah Punya Papan Reklame Raksasa di Puncaknya
Kolam renang Belanda di Padang yang dibuka pada 29 Januari 1933
Kolam Renang Belanda di Padang Bertuliskan Anjing dan Pribumi Dilarang Masuk